Print

Penguatan Peran Direksi dan Dewan Komisaris Penyedia Jasa Keuangan Non-Bank dalam Menunjang Efektivitas Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT)

  • 9 Feb 2021
  • IKNB
  • Online
Webinar Recording
Kepala Grup Penanganan APU PPT OJK
Heni Nugraheni
Direktur Kepatuhan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia
Apriliani Siregar
Senior Executive Vice President Manajemen Risiko PT Pegadaian
Eko Susetyono

Latar belakang

Berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang (UU) No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diatur bahwa OJK berfungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi  terhadap keseluruhan kegiatan di dalam Sektor Jasa Keuangan (SJK), yaitu terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, yang selanjutnya disebut sebagai Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). 

Selanjutnya, pada UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan UU No. 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPT diatur bahwa Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) adalah lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor. Dalam hal ini OJK sebagai LPP dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK), diamanatkan untuk menetapkan ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) serta melakukan pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor dalam menerapkan PMPJ. Sejalan dengan hal tersebut, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK No.23/POJK.01/2019, yang diantaranya mengatur ketentuan terkait dengan PMPJ dan kewajiban PJK untuk menerapkannya. 

Dalam pelaksanaan kewenangannya sebagai LPP, Satuan Kerja Pengawasan di OJK pada Sektor Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB melakukan pengawasan terhadap penerapan program APU PPT pada PJK yang menjadi Pihak Pelapor dalam Rezim APU PPT. Adapun hasil pengawasan program APU PPT disampaikan oleh Pengawas kepada Grup Penanganan APU PPT (GPUT) sebagai koordinator dalam pelaksanaan penerapan program APU PPT di OJK. Selanjutnya, GPUT melakukan pengolahan data, analisis, dan menyusun rekomendasi atas hasil pengawasan program APU PPT tersebut yang dituangkan dalam Laporan Kompilasi dan Analisis Hasil Pengawasan (LKAHP) Program APU PPT. Bahasan pada LKAHP diantaranya memuat hasil analisis atas 5 Pilar program APU PPT yaitu Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris; Kebijakan dan Prosedur; Pengendalian Intern; Sistem Informasi Manajemen; SDM dan Pelatihan. 

Berdasarkan hasil analisis pada LKAHP Program APU PPT Tahun 2019 diketahui masih terdapat kelemahan pada penerapan Pilar 1 program APU PPT yaitu Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris, diantaranya pada PJK Sektor IKNB. Pilar 1 tersebut merupakan fondasi utama dalam optimalisasi penerapan program APU PPT di PJK (tone of the top). Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris akan sangat mempengaruhi penerapan program APU PPT pada pilar lainnya, sehingga PJK yang memiliki kelemahan pada aspek tersebut perlu menjadi perhatian khusus. 

Kepatuhan PJK terhadap penerapan program APU PPT akan menjadikan rezim APU PPT di Indonesia menjadi lebih kuat karena dapat menjaga PJK dari kerentanan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pencegahan Terorisme. Adanya penguatan terhadap penerapan program APU PPT bagi Direksi dan Dewan Komisaris PJK ini juga akan berdampak pada pemantauan yang lebih ketat dari pimpinan tertinggi PJK sehingga menciptakan tingkat compliance yang lebih tinggi dari PJK. 

Selanjutnya, compliance yang lebih tinggi dari PJK secara langsung dapat memberikan pengaruh positif terhadap peran OJK sebagai LPP terbesar yang pada akhirnya dapat meningkatkan Rezim APU PPT Indonesia dari sisi pencegahan. Hal ini berkaitan pula dengan proses penilaian Mutual Evaluation Review (MER) keanggotaan Indonesia pada Financial Action Task Force (FATF) dimana diperlukan kesetaraan dari implementasi penerapan program APU PPT pada PJK karena Indonesia disejajarkan dengan negara negara anggota FATF yang telah mumpuni dalam penerapan program APU PPT. 

Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, dalam rangka meningkatkan pemahaman dan awareness dari Direksi dan Dewan Komisaris dalam penerapan program APU PPT serta sebagai langkah upaya pencegahan terjadinya TPPU/TPPT pada Sektor Jasa Keuangan, maka perlu kiranya dilaksanakan capacity building (dalam bentuk sharing session) yang dikhususkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris PJK Sektor IKNB terkait pentingnya penerapan program APU PPT. Sharing session dirancang agar top level management dari PJK Sektor IKNB mendapatkan gambaran utuh terkait dengan pentingnya penerapan program APU PPT, kewajiban yang harus dilakukan, dan best practice terkait penerapan program APU PPT. Pemaparan terkait pentingnya penerapan program APU PPT direncanakan untuk diberikan dari level pimpinan sebagai dukungan tone of the top dari sisi pemerintah dan agar memberikan strong message bagi PJK. 

 

Objektif

Tujuan dari pelaksanaan sharing session ini adalah meningkatkan pemahaman dan awareness dari Direksi dan Dewan Komisaris atas pentingnya program APU PPT serta penguatan pengawasan terhadap penerapan program APU PPT yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris itu sendiri untuk dapat diterapkan langsung pada PJK yang dipimpinnya. 

Peserta
Peserta utama dari sharing session merupakan perwakilan Direksi dan Dewan Komisaris PJK Sektor IKNB dengan jumlah ± 1.200 orang (jumlah peserta akan disesuaikan pula dengan jumlah PJK terakhir). Kemudian untuk mendukung jalannya kegiatan, maka perwakilan dari Asosiasi, Deputi Komisioner Pengawas IKNB, dan Pimpinan Satuan Kerja Pengawasan Sektor IKNB beserta perwakilan Pengawas juga akan turut hadir dalam sharing session ini / The main participants of the sharing session are representatives of the Board of Directors and Board of Commissioners of the NBFI sector with a total of ± 1,200 people (the number of participants will also be adjusted to the number of the last PJK). Then to support the activities, representatives from the Association, the Deputy Commissioner for Supervision of IKNB, and the Head of the IKNB Sector Supervision Work Unit along with representatives of the Supervisors will also attend this sharing session.
Pembicara
  • Heni Nugraheni (Kepala Grup Penanganan APU PPT OJK)
  • Apriliani Siregar (Direktur Kepatuhan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia)
  • Eko Susetyono (Senior Executive Vice President Manajemen Risiko PT Pegadaian)