Strategi Menghadapi Ancaman Kejahatan Siber
- 4 Feb 2021
- Lintas Sektor
- Online
Webinar Recording
Latar belakang
Di tengah percepatan penggunaan otomasi digital selama lima tahun terakhir, risiko serangan yang terjadi di dunia maya (bahkan lebih buruk daripada WannaCry) terus meningkat. Banyak perusahaan telah memanfaatkan teknologi transformatif seperti kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT), dan 5G. Selama pandemi COVID-19, transformasi digital juga dirasa semakin meningkat. Setiap bisnis mau tidak mau memanfaatkan teknologi digital agar dapat terus bertahan hidup. Di samping itu, kebijakan Work from Home (WFH) di hampir semua perusahaan ‘memaksa’ karyawannya untuk bekerja dengan menggunakan koneksi jaringan milik pribadi dan juga perangkat yang (kemungkinan besar) tidak aman. Semakin banyak karyawan yang bekerja dari rumah, semakin besar pula potensi serangan dunia maya yang dilakukan oleh orang dalam - baik tidak disengaja maupun disengaja.
Pusat Operasi keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat serangan siber dari Januari hingga Agustus 2020 sebanyak 189 juta atau naik hampir lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selama kebijakan WFH diterapkan, telah terjadi serangan siber yang memanfaatkan isu terkait dengan Covid-19. Jenis serangan yang paling banyak adalah trojan activity sebanyak 56% dan kemudian disusul dengan aktifitas pengumpulan informasi sebanyak 43%, sedangkan1% sisanya merupakan web application attack. Untuk kasus data breach sepanjang periode Januari hingga Agustus 2020, terdapat 36.771 akun data yang tercuri di sejumlah sektor, termasuk sektor keuangan. Sementara itu, penetrasi pengguna internet di Indonesia saat ini cukup signifikan yaitu sebesar 64%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar tersendiri, baik yang berdampak positif untuk kegiatan di dunia maya, maupun menjadi kerawanan tersendiri juga untuk keamanan siber.
Salah satu contoh kasus yang kembali marak terjadi di akhir tahun 2020 adalah pembobolan rekening bank melalui mobile banking atau internet banking. Para pelaku kejahatan berusaha untuk mendapatkan One Time Password (OTP) yang dikirim melalui SMS dan nomor CVV (3 digit terakhir angka di belakang kartu) dari pemegang kartu kredit. Adapun modus para pelaku tersebut adalah dengan bertindak seolah dari pihak bank, kemudian menghubungi pelaku dan meminta kode OTP Bank milik nasabah. Dengan maraknya kasus tersebut, perlunya upaya untuk meningkatkan awareness dan pengetahuan kepada masyarakat agar tetap aman dalam bertransaksi, baik bagi nasabah maupun bagi industri di SJK dalam memberikan layanan secara online a.l mobile banking. Salah satu cara yang direkomendasikan antara lain dengan mengaktifkan two factor authentication atau multi-factor authentication sebelum bertransaksi.
Objektif
- Memberikan pengetahuan mengenai strategi dalam pengembangan cyber security.
- Meningkatkan security awareness level terhadap kejahatan siber di sektor jasa keuangan.
- Memberikan masukan dan informasi terkini ke Pelaku Jasa Keuangan mengenai Cyber Digital
Peserta
Pembicara
- Ir. Budi Rahardjo MSc., PhD ( Technopreneur Bidang Keamanan Informasi )
- Lily Wongso (Senior Vice President Enterprise Security BCA )
- Dr. Peter Lovelock (Director of the Technology Research Project Corporate)