Riset OJK Institute
Riset di OJK Institute berbasis akademik, dengan memperhatikan perkembangan sektor jasa keuangan terkini. Riset disusun guna menghasilkan temuan dan rekomendasi yang mendukung kinerja sektor jasa keuangan.
Tags :
- Riset
- Research
- OJK Institute
- Riset
- Riset
- Research
- OJK Institute
- Riset
OJK Staff Notes Tahun 2024
BPD merupakan bank yang diharapkan memainkan peranan signifikan bagi perekonomian daerah sebagaimana tujuan pendiriannya yang tercantum dalam Undang-undang No. 13 tahun 1962 tentang asas-asas Ketentuan Bank Pembangunan Daerah. Tujuan pendirian BPD diantaranya adalah untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia melalui pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah. Sampai periode terbaru tahun 2023, kredit yang disalurkan BPD masih didominasi oleh tujuan konsumtif dan disalurkan kepada sektor non-UMKM, padahal UMKM adalah pilar perekonomian yang menopang 60,5% Produk Domestik Bruto (PDB) dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Regulator dalam hal ini, BI dan OJK bekerja sama dengan asosiasi telah menerbitkan berbagai kebijakan dalam rangka mengoptimalkan kinerja dan peranan BPD untuk perekonomian daerah diantaranya, BPD Regional Champion (BRC) yang diterbitkan tahun 2010 dan Program Transformasi BPD yang diterbitkan tahun 2015. Dalam kenyataannya, kinerja BPD terkesan masih jalan di tempat dan perannya dalam kemajuan perekonomian daerah juga masih menjadi pertanyaan, kecuali untuk BPD-BPD besar yang jumlahnya hanya sedikit (hanya 4 dari 27 BPD yang tergolong KBMI 2, 23 lainnya tergolong KBMI 1). Selain itu, dalam persaingan perbankan nasional, porsi kredit, total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPD juga tergolong kecil yakni hanya sekitar 8% dari total perbankan nasional. Di sisi lain, jumlah BPD mencapai 25,71% dari jumlah bank umum di Indonesia.
Kajian ini menganalisis lebih dalam peta persaingan BPD dalam perbankan nasional melalui analisis perbandingan beberapa rasio keuangan, pengukuran market power BPD menggunakan Lerner Index dan pengukuran tingkat kejenuhan pasar perbankan di daerah menggunakan Herfindahl-Hirschman Index. Di samping itu, kajian ini jugamenelaah pengaturan mengenai BPD dan keuangan daerah yang saat ini berlaku dan menghitung proyeksi peningkatan kredit BPD apabila seluruh BPD memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun pada Desember 2024 sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Kajian ini menyimpulkan diantaranya bahwa BPD belum berperan maksimal dalam pengembangan perekonomian daerah sehingga BPD tersebut tidak menjadi regional champion di daerah masing-masing, NPL kredit produktif (KMK) lebih tinggi dari pada kredit konsumtif padahal jumlah kredit produktif lebih tinggi dari pada kredit konsumtif, dan mayoritas provinsi yang memiliki BPD dengan modal inti < Rp 3 triliun, memiliki konsentrasi pasar perbankan yang rendah/tidak terkonsentrasi sehingga persaingan pasar perbankan kompetitif dan masih tersedia ruang yang luas bagi BPD untuk mengembangkan usahanya.
Link: https://drive.google.com/drive/folders/11lz0ktlMv4EH5-HNADOuXwPn1ob_2XSm
OJK Staff Notes Tahun 2023
Peneliti
1. Darul Dimasqy Kramawiredja (Advisor Grup Riset Sektor Jasa Keuangan)
2. Setiawan Budi Utomo (Peneliti Eksekutif Senior)
3. Ahmad Danu Prasetyo (Analis Senior)
4. Muhammad Daffa Ramandha (Analis Junior)
Executive Summary
Adanya ketimpangan kekuatan, informasi, dan sumber daya antara konsumen dan penyedia jasa keuangan seringkali menempatkan konsumen pada keadaan yang lebih lemah. `Oleh karena itu, dibutuhkan upaya perlindungan konsumen untuk mengatasi permasalahan market failure yang disebabkan oleh “asymmetric information”, terutama bagi produk keuangan kompleks yang relatif lebih sulit untuk dinilai. Industri Asuransi, sebagai bagian dari sektor keuangan, memiliki berbagai risiko yang dapat bersifat contagious dan dapat berakibat pada kegagalan sistem keuangan. Namun, kerangka peraturan yang tepat dan pengawasan yang efektif dapat membantu untuk mereduksi risiko tersebut.
Dalam rangka mendukung penguatan pengawasan market conduct di Industri Asuransi Jiwa di Indonesia, pada kajian ini, disusun sebuah metodologi perhitungan Market Conduct Index. Hasil perhitungan pembobotan faktor-faktor Market Conduct Index menunjukkan bahwa Aspek Penyusunan dan Penyampaian Informasi menempati ranking pertama dengan 19.8%. Rangking kedua ditempati oleh aspek pemberian layanan dengan bobot sebesar 18.4%, diikuti berturut-turut dengan aspek penyusunan perjanjian (18, 2%), penawaran kepada konsumen (16.6%), pengaduan dan sengketa (16.1%) dan desain produk (10.9%). Perhitungan Market Conduct Index dilakukan dengan memetakan kertas kerja Self Asessment Market Conduct yang dihimpun dari perusahaan Asuransi Jiwa ke dalam masing-masing faktor terkait.
Dari hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang berpartisipasi pada pengisian kertas kerja market conduct. Begitupun, terdapat peningkatan nilai rata-rata dan penurunan standar deviasi dari nilai Market Conduct Index dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan terdapat peningkatan kesadaran para pelaku usaha Asuransi Jiwa dalam hal pengimplementasian market conduct di perusahaan masing-masing.
Peneliti:
1. Darul Dimasqy Kramawiredja (Advisor Grup Riset Sektor Jasa Keuangan)
2. Setiawan Budi Utomo (Peneliti Eksekutif Senior)
3. Ahmad Danu Prasetyo (Analis Senior)
4. Gelischa Presticha Hedyaratih (Analis Junior)
Executive Summary
Sebagai salah industri yang bergerak di sektor jasa keuangan, industri asuransi memiliki peran vital terhadap kesejahteraan masyarakat dengan menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi. Namun demikian, pasar asuransi tidak dapat tumbuh kecuali ada kepercayaan masyarakat, dimana salah satunya dipengaruhi oleh perilaku dan reputasi industri asuransi tersebut. Perilaku buruk LJK tidak hanya akan memengaruhi pelanggan individu, tetapi juga dapat memengaruhi reputasi perusahaan, bahkan kepercayaan konsumen terhadap industri asuransi secara keseluruhan. Berdasarkan survei SNLIK 2022 ditemukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat dan tingkat inklusi keuangan terhadap sektor asuransi cukup rendah, sehingga patut mendapatkan perhatian dari regulator.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas market conduct pada industri asuransi jiwa di Indonesia. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk Mengukur pengaruh pelaksanaan market conduct terhadap usaha pelindungan konsumen dan kinerja keuangan perusahaan pada Industri Jasa Asuransi Jiwa di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah dengan pendekatan mix method, dimana analisis kuantitatif dilakukan melalui analisis statistik deskriptif dan structural equation modelling (SEM) terhadap 40 perusahaan asuransi jiwa di Indonesia pada periode 2018-2021. Untuk memperkuat hasil analisis kuantitatif, dilakukan pula analisis kualitatif melalui kegiatan Focus Group Discussion dengan melibatkan beberapa satuan kerja di OJK, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) LJK, Yayasan Perlindungan Konsumen, serta beberapa perwakilan perusahaan Asuransi Jiwa di Indonesia.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa saat ini perusahaan asuransi jiwa di Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip market conduct sesuai dengan pedoman ICPs. Selain itu ditemukan pula pengaruh positif market power terhadap market conduct perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Market conduct secara signifikan juga memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Di sisi lain, jumlah pengaduan konsumen terbukti memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Namun tidak terdapat bukti secara statistik yang menunjukkan pengaruh market conduct terhadap pengaduan konsumen.
Tujuan:
- Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan SPAC.
- Menganalisis kelebihan dan kelemahan SPAC.
- Menganalisis potensi pengembangan SPAC sebagai alternatif penghimpunan dana di pasar modal Indonesia.
Metode:
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu studi literatur, untuk menjawab pertanyaan penelitian melalui pengumpulan informasi yang mendalam dan komprehensif mengenai SPAC. Informasi diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, dan pustaka lainnya. Untuk mengonfirmasi temuan yang didapat dari hasil analisis studi literatur serta mendapatkan data dan informasi tambahan, selanjutnya dilakukan FGD dengan para stakeholders terkait.
Hasil:
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan SPAC di beberapa negara, antara lain:
- pandemi COVID-19;
- munculnya startup company;
- efisiensi; dan
- popularitas pemangku kepentingan.
Beberapa kelebihan SPAC yang membuat mekanisme ini lebih efektif daripada mekanisme IPO tradisional, antara lain:
- alternatif sumber pembiayaan;
- peluang untuk memperoleh keuntungan;
- stabilitas dan kemitraan strategis;
- fleksibilitas ruang lingkup dan basis investor; dan
- waran serta opsi redeem bagi investor.
Namun, terdapat beberapa kelemahan yang harus dipertimbangkan, antara lain:
- strategic risk berupa biaya dan kemungkinan gagal kesepakatan merger, kemungkinan merger dengan perusahaan target yang tidak berkualitas, dan kurangnya due diligence terhadap perusahaan target;
- business risk berupa suku bunga dan volatilitas pasar serta peningkatan regulasi; dan
- terdapat penurunan kinerja pada de-SPAC di beberapa negara.
SPAC berpeluang untuk diimplementasikan di Indonesia dengan harmonisasi peraturan yang ada.
Tujuan:
- Menganalisis pengaruh suku bunga acuan terhadap IHSG.
- Menganalisis pengaruh suku bunga acuan terhadap return saham sektoral.
Data:
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan data runtun waktu (time series) harian untuk periode waktu 13 Juni 2012 – 14 Agustus 2023. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data suku bunga acuan, indeks sektoral, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Data-data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Yahoo Finance, CEIC, dll.
Metode:
Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian, yaitu statistik deskriptif dan metode event study. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis pengaruh kenaikan/penurunan suku bunga acuan terhadap IHSG. Sementara itu, metode event study digunakan untuk menganalisis pengaruh kenaikan/penurunan suku bunga acuan terhadap return saham sektoral.
Hasil:
- Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga acuan menyebabkan IHSG turun dan penurunan suku bunga acuan menyebabkan IHSG naik.
- Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menyebabkan IHSG turun pada hari keenam setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+6], sedangkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menyebabkan IHSG turun pada hari kedua setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+2].
- Penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bps dan sebesar 125 bps menyebabkan IHSG naik pada hari pertama setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan [t+1].
- Hasil event study menunjukkan bahwa semakin tinggi kenaikan/penurunan suku bunga acuan akan memberikan pengaruh yang lebih besar dan lebih sensitif terhadap return saham.
- Untuk klasifikasi 9 sektor, kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menyebabkan return saham menjadi negatif signifikan pada hari keenam setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+6] sebesar -0,006 dan pada hari ketujuh setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+7] sebesar -0,003, sedangkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menyebabkan return saham menjadi negatif signifikan pada hari kedua setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+2] sebesar -0,013 dan pada hari keempat setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+4] sebesar -0,004. Untuk klasifikasi 11 sektor, kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menyebabkan return saham menjadi negatif signifikan pada hari keempat setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+4] sebesar -0,003, sedangkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menyebabkan return saham menjadi negatif signifikan pada hari kedua setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+2] sebesar -0,004 dan pada hari keenam setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan [t+6] sebesar -0,005.
- Penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bps menyebabkan return saham menjadi positif signifikan pada hari keempat setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan [t+4] sebesar 0,001, pada hari kelima setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan [t+5] sebesar 0,002, dan pada hari ketujuh setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan [t+7] sebesar 0,002, sedangkan penurunan suku bunga acuan sebesar 125 bps menyebabkan return saham menjadi positif signifikan pada hari keempat setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan [t+4] sebesar 0,006.
Perubahan iklim merupakan tantangan global yang signifikan, membutuhkan tindakan yang mendesak dan terkoordinasi untuk meredakan dampaknya (IPCC, 2018). Sebagai tanggapan, pasar karbon dan adopsi luas kendaraan listrik (EV) telah muncul sebagai alternatif solusi dalam upaya global untuk melawan perubahan iklim dan beralih ke ekonomi rendah karbon. Namun, kesuksesan dari implementasi solusi ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dari sektor keuangan.
Sektor keuangan, yang memiliki kekuatan dalam mobilisasi kapital, pengelolaan risiko, dan produk keuangan inovatif, berada dalam posisi unik untuk mendorong pengembangan pasar karbon dan mendukung transisi ke EV (Loche et al., 2019; GFMA & BCG, 2020). Melalui keterlibatannya, sektor keuangan dapat memainkan peran transformasional dalam mengarahkan investasi ke inisiatif berkelanjutan dan memfasilitasi infrastruktur dan mekanisme pembiayaan yang diperlukan untuk mempercepat adopsi teknologi rendah karbon.
Pasar karbon, mencakup mekanisme penetapan harga karbon dan perdagangan offset karbon, bertujuan untuk memberikan harga pada emisi karbon, memberikan insentif kepada bisnis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) mereka (Bank Dunia, 2019). Pengetahuan dan pengalaman sektor keuangan dalam pemodelan keuangan, penilaian risiko, dan pengawasan pasar sangat penting dalam merancang dan mengelola mekanisme penetapan harga karbon yang efektif seperti pajak karbon dan sistem cap-and-trade. Mekanisme ini menciptakan insentif ekonomi untuk pengurangan emisi dan mempromosikan penggunaan sumber daya yang lebih sustainable dan efisien.
Selain penetapan harga karbon, sektor keuangan memainkan peran vital dalam penciptaan dan perdagangan offset karbon. Lembaga keuangan berinvestasi dalam proyek pengurangan emisi dan mendukung inisiatif seperti energi terbarukan, kehutanan, dan efisiensi energi, menghasilkan offset yang dapat dibeli dan dijual di pasar karbon. Investasi ini berkontribusi pada pengembangan proyek berkelanjutan, mendorong pengurangan emisi di luar persyaratan regulasi, dan memungkinkan perusahaan untuk mengimbangi emisi mereka sendiri.
Lebih lanjut, sektor keuangan meningkatkan likuiditas dan efisiensi pasar karbon dengan menyediakan platform perdagangan, aktivitas pembuatan pasar, dan instrumen derivatif (Carbon Pricing Leadership Coalition, t.t.). Keterlibatan ini memfasilitasi pembentukan harga, meningkatkan transparansi pasar, dan memungkinkan pengelolaan risiko yang efektif. Lembaga keuangan juga mengembangkan produk lindung nilai risiko karbon, memungkinkan perusahaan untuk mengelola volatilitas harga dan merencanakan kewajiban karbon jangka panjang, sehingga mendorong stabilitas dan kepercayaan dalam pasar karbon.
Dalam ranah kendaraan listrik, sektor keuangan memainkan peran kritis dalam pembiayaan infrastruktur yang diperlukan. Ini termasuk mendukung penyebaran stasiun pengisian, fasilitas manufaktur baterai, dan inisiatif penelitian dan pengembangan. Melalui pembiayaan proyek, investasi modal ventura, dan kemitraan publik-privat, lembaga keuangan berkontribusi pada ekspansi jaringan pengisian EV, mengatasi salah satu hambatan utama adopsi EV secara luas—kecemasan jangkauan dan infrastruktur yang tidak memadai.
Selain itu, lembaga keuangan menawarkan opsi pembiayaan konsumen dan perjanjian sewa yang membuat EV lebih terjangkau dan dapat diakses oleh individu dan bisnis (Mohan & Gupta, 2019). Dengan menyediakan suku bunga yang kompetitif, syarat pembayaran yang fleksibel, dan solusi pembiayaan yang disesuaikan, mereka mendorong basis konsumen yang lebih luas untuk beralih dari kendaraan mesin pembakaran tradisional ke EV. Dukungan keuangan ini secara signifikan mendorong permintaan pasar dan memfasilitasi adopsi massal kendaraan listrik.
Future of Finance : DECENTRALIZED FINANCE (De-Fi): Peluang, Tantangan dan Risikonya | https://bit.ly/staffnotesOKTOBER2023 |
It Takes More Than Two to Tango: Banks’ NIM, CIR, Costs and Profitability | https://bit.ly/staffnotesJUNI2023 |
Riset OJK Institute Tahun 2022
Peneliti:
Saut Simanjuntak - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Rosnita Wirdiyanti - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Muhammad Algifari - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini mengevaluasi perilaku Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap sistem keuangan mikro berbasis teknologi. Melalui survei terhadap 1371 LKM dari 33 provinsi di Indonesia, kami menggunakan pendekatan SEM-PLS untuk memperkirakan niat lanjutan menggunakan adopsi teknologi untuk mengamati perilaku LKM terhadap sistem keuangan mikro berbasis teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan LKM secara keseluruhan dan kemampuan keuangan sebagai proksi kepuasan LKM adalah dua prediktor kuat untuk melanjutkan tujuan teknologi. Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa dukungan pemerintah dalam memperlancar pengembangan ekosistem keuangan mikro digital mendorong pergeseran sebagian besar transaksi keuangan mikro ke platform digital. Pada akhirnya hal ini akan menghasilkan kepuasan yang lebih tinggi bagi LKM karena realisasi manfaat yang dirasakan dan meningkatkan LKM untuk terus mengadopsi teknologi.
Peneliti:
Noer Azam Achsani - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Linda Karlina Sari - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Ade Holis - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Bayu Bandono - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Gandhi Cahyo Wicaksono - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstract
Makalah ini menunjukkan bukti perubahan dramatis dalam struktur dan pola volatilitas yang bervariasi sepanjang waktu terkait dengan keterhubungan antara volatilitas pasar saham Indonesia dan global selama wabah COVID-19. Analisis menggunakan pengaruh volatilitas Diebold-Yilmaz untuk menangkap indeks pengaruh volatilitas. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada Oktober 2018-Maret 2021 yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bloomberg. Keterhubungan total dinamis di seluruh pasar saham, yang moderat dan relatif stabil hingga awal 2020. Setelah itu, keterhubungan nyata meningkat, dan arah keterhubungan berubah, yang sesuai dengan wabah COVID-19. Indeks DJIA dan EURO adalah pengirim utama guncangan sebelum wabah, sedangkan JKSE menjadi pengirim guncangan utama selama wabah COVID-19. Meskipun JKSE merupakan pengirim yang kuat selama wabah COVID-19, koneksi dengan DJIA harus diwaspadai karena pengaruh yang sangat tinggi. Episode COVID-19 memiliki dampak langsung dan mengganggu, yang esensial untuk merumuskan kebijakan guna mencapai stabilitas keuangan. Temuan juga menunjukkan ancaman potensial terhadap portofolio investor dan kemungkinan pengurangan keuntungan dari diversifikasi. Makalah ini akan melengkapi kumpulan literatur yang sedang berkembang dengan mengkaji bagaimana pasar saham Indonesia terhubung dengan pasar global. Selain itu, ini adalah investigasi pertama yang menangkap pengaruh volatilitas antara pasar Indonesia dan pasar global dengan menggunakan pendekatan Diebold-Yilmaz selama wabah COVID-19.
Peneliti:
Wahyoe Soedarmono - Fakultas Bisnis, Universitas Sampurna, Jakarta, Indonesia
Siti Yayuningsih - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Inka Yusgiantoro - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Makalah ini memberikan kontribusi kepada literatur asuransi yang masih luas dan belum terjelajahi. Terdapat dua kontribusi dalam makalah ini. Pertama, kami menilai apakah perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum dalam pasar asuransi syariah memiliki performa berbeda dalam hal profitabilitas dan pangsa pasar. Dalam hal ini, sepengetahuan kami, makalah ini adalah yang pertama membandingkan kinerja asuransi jiwa syariah dan asuransi umum syariah. Kedua, kami menilai apakah hubungan antara asuransi syariah dan ukuran kinerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor spesifik perusahaan, seperti rasio modal, leverage, biaya overhead, solvabilitas, dan ukuran total aset.
Peneliti:
Mulia Simatupang - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Inka Yusgiantoro - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Rosnita Wirdiyanti - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Hanif Ashar - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Makalah ini menyelidiki determinan kegagalan pinjaman korporasi menggunakan basis data Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK). Kami menemukan bahwa karakteristik peminjam merupakan prediktor signifikan untuk kegagalan pinjaman korporasi terutama yang terkait dengan kepemilikan publik (perusahaan terdaftar) dan ukuran bisnis (UMKM atau perusahaan besar). Karakteristik pinjaman juga merupakan prediktor signifikan untuk kegagalan pinjaman korporasi terutama pinjaman yang terkait dengan program pemerintah dan kesesuaian proyek/purpose pinjaman dengan keahlian bisnis peminjam. Selanjutnya, periode pandemi COVID-19 memiliki dampak signifikan untuk meningkatkan kegagalan pinjaman korporasi. Sementara itu, restrukturisasi pinjaman pemerintah menurunkan kegagalan pinjaman korporasi selama periode COVID-19 dan ini mengkonfirmasi efektivitas kebijakan.
Peneliti:
Endang Nuryadin - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Sulistyoningsih - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Prinsip manfaat (maslahah) membuat bank Islam tidak hanya sebagai institusi yang mengejar keuntungan semata (berorientasi komersial/profit), tetapi juga harus memenuhi manfaat bagi banyak pihak (berorientasi sosial-benefit). Bank Islam dalam menjalankan fungsi sosialnya dapat berkontribusi signifikan dalam mendukung ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, meskipun kontribusinya positif, implementasi fungsi sosial bank Islam juga tidak terlepas dari risiko yang melekat di dalamnya.
Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menentukan pengaruh kinerja fungsi sosial bank Islam terhadap kinerja fungsinya yang komersial di Indonesia, khususnya terhadap manajemen risiko dan profitabilitas. Studi ini juga berusaha untuk membangun indeks yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran kinerja untuk fungsi sosial bank Islam di Indonesia. Menggunakan metode estimasi efek umum dan efek tetap pada data panel dari 9 bank Islam penuh (BUS) dan 20 jendela bank komersial Islam (UUS), studi ini memverifikasi bahwa kinerja fungsi sosial secara signifikan mempengaruhi kinerja fungsi komersial bank Islam di Indonesia.
Kinerja fungsi sosial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA dan efek negatif dan signifikan terhadap NPF dari bank Islam di tingkat industri secara keseluruhan. Implementasi fungsi sosial juga secara signifikan meningkatkan ROA UUS, meskipun tidak semata-mata mengurangi NPF secara signifikan. Sebaliknya, peningkatan kinerja fungsi sosial dapat secara signifikan mengurangi tingkat risiko pembiayaan bank Islam penuh (BUS), meskipun tidak signifikan mempengaruhi profitabilitasnya. Temuan ini memastikan bahwa implementasi fungsi sosial bank Islam tidak mengganggu kinerja komersial mereka. Diharapkan temuan ini akan mendorong bank Islam di Indonesia untuk mengoptimalkan implementasi fungsi sosial mereka.
Peneliti:
Edi Setijawan - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Sulistyoningsih - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Dalam ekonomi dan keuangan Islam, setiap entitas komersial seharusnya mengimplementasikan fungsi sosial. Ini termasuk bank Islam yang telah beroperasi di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Namun, implementasi fungsi sosial tidak sepenuhnya terintegrasi dalam penilaian tingkat kesehatan bank Islam. Fakta ini telah menyebabkan potensi dana sosial Islam tidak dioptimalkan. Makalah ini mencoba untuk mengidentifikasi determinan fungsi sosial bank Islam, mengembangkan indeks fungsi sosial perbankan Islam, dan mengintegrasikan fungsi sosial ke dalam penilaian tingkat kesehatan bank Islam. Analisis Komponen Utama (PCA) dan Proses Jaringan Analitik (ANP) digunakan untuk mengidentifikasi indikator fungsi sosial bank Islam. Proses Hierarki Analitik (AHP) digunakan untuk melakukan proses pembobotan untuk indikator fungsi sosial bank Islam. AHP juga digunakan untuk melakukan pembobotan untuk semua variabel dalam usulan baru tingkat kesehatan bank Islam. Studi ini menemukan bahwa ada 11 indikator fungsi sosial bank Islam. Integrasi fungsi sosial ke dalam penilaian kesehatan baru dilakukan melalui inklusi fungsi sosial sebagai variabel kelima tingkat kesehatan bank Islam, selain profil risiko bank Islam, GCG, rentabilitas, dan modal. Sebuah rumus baru untuk menilai tingkat kesehatan bank Islam diperkenalkan sebagai hasilnya.
Peneliti:
Saut Simanjuntak - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Rosnita Wirdiyanti - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Milan Malinda Mardiyyah - Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Riset ini meneliti intensi keberlanjutan untuk mengadopsi keuangan digital oleh usaha mikro dan kecil (UMK) di Indonesia. Dengan menggunakan dat survei terhadap 7,301 UMK yang telah menggunakan teknologi keuangan digital dari 33 provinsi di Indonesia, studi ini menggunakan SEM-PLS untuk secara empiris mengidentifikasi determinan intensi keberlanjutan adopsi keuangan digital oleh UMK. Riset menemukan bahwa variable satisfaction, perceived usefulness, dan attitude towards technology secara empiris signikan berpengaruh positif terhadap intensi keberlanjutan. Selanjutnya, variable perceived risk secara negatif mempengaruhi intensi berkelanjutan, melalui pengaruhnya terhadap perceived usefulness dan attitude towards technology. Sementara itu, variabel perceived ease of use berpengaruh paling kuat terhadap intensi keberlanjutan, melalui perceived usefulness. Terakhir, aspek lingkungan internal dan eksternal yang signifikan adalah system support dna self-efficacy.
Peneliti:
Noer Azam Achsani - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Linda Karlina Sari - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Ade Holis - Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Darul Dimasqy Kramawiredja - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Ivan Guruh Setyawan - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan dana pensiun di Indonesia sebelum dan setelah Covid-19. Makalah ini menganalisis hubungan antara investasi portofolio, karakteristik perusahaan tertentu, indikator makroekonomi, dan profitabilitas dana pensiun pada periode 2013 - 2021. Studi ini menggunakan data individu dari 151 perusahaan dana pensiun di Indonesia dari tahun 2013 hingga 2021. Analisis data panel digunakan untuk menganalisis dampak dari investasi portofolio, karakteristik perusahaan tertentu, indikator makroekonomi, dan wabah Covid-19 terhadap profitabilitas lembaga keuangan. Hasil yang kuat mengungkapkan bahwa profitabilitas dana pensiun di Indonesia dijelaskan oleh proporsi saham yang dimiliki oleh perusahaan, rasio biaya operasional, dan rasio piutang terhadap aset bersih. Semakin tinggi proporsi saham yang dimiliki oleh perusahaan, semakin tinggi profitabilitas perusahaan tersebut. Di sisi lain, rasio biaya operasional dan rasio piutang terhadap aset bersih ditemukan berhubungan negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Selanjutnya, studi ini menemukan bahwa Wabah Covid-19 tidak memiliki dampak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan dana pensiun. Studi ini adalah yang pertama membandingkan determinan profitabilitas dana pensiun selama Wabah Covid-19. Studi ini menggunakan data populasi dari lembaga dana pensiun individu pada periode 2013 - 2021.
Peneliti:
Agus Sugiarto - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Ni Nyoman Puspani - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Fara Fathia - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Peningkatan jumlah alat kebijakan terkait dengan keuangan berkelanjutan telah mendorong investor untuk mempertimbangkan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam keputusan investasi mereka, yang juga menjadi salah satu pendorong utama lonjakan aset di bawah manajemen (AUM) global dan ESG Indonesia baru-baru ini. Studi ini menganalisis pengaruh faktor ESG terhadap kinerja saham dengan menggunakan model efek tetap serta menganalisis persepsi investor terhadap ESG sebagai indikator untuk menentukan investasi dengan menggunakan metode survei. Hasil studi menunjukkan bahwa nilai ESG memiliki pengaruh positif terhadap kinerja saham yang diproksikan oleh nilai kapitalisasi pasar. Dari tiga faktor ESG, hanya faktor sosial yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja saham. Berdasarkan hasil survei, investor individu dan institusional di Indonesia sudah memiliki pemahaman yang baik tentang ESG; memiliki minat tinggi terhadap ESG; dan telah mengalokasikan investasi mereka ke saham ESG. Selain itu, faktor yang paling dipertimbangkan oleh investor dalam keputusan investasi mereka adalah emisi karbon dan pengelolaan limbah dalam faktor lingkungan; dampak sosial pada faktor sosial; dan reputasi pada faktor tata kelola.
Makalah ini telah dipublikasikan pada the International Journal of Energy Economics and Policy
Peneliti:
Agus Sugiarto - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Ni Nyoman Puspani - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Mustika Septiyas Trisilia - OJK Institute, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Perubahan iklim menimbulkan tantangan baru bagi sektor perbankan. Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami menyelidiki efek perubahan iklim terhadap pinjaman bank menggunakan data panel yang mencakup 7,865 bank di Indonesia dari tahun 2011-2021. Kami mendefinisikan pinjaman bank menjadi tiga variabel, yaitu kredit yang beredar, pinjaman bermasalah (NPL), dan suku bunga. Hasil kami menunjukkan bahwa, dari enam bencana terkait iklim, banjir memiliki efek yang signifikan dan konsisten. Peningkatan frekuensi banjir mengurangi kredit dan meningkatkan NPL. Hasil yang konsisten ditemukan untuk skor indeks risiko bencana. Hasil empiris menunjukkan bahwa ada efek negatif dari perubahan iklim terhadap pinjaman bank sehingga diperlukan kebijakan lebih lanjut dari sisi bank dan regulator.
Makalah ini telah dipublikasikan pada the International Journal of Energy Economics and Policy
Riset OJK Institute Tahun 2021
Sejak terjadi pandemi covid 19 di tahun 2020, lebih dari jutaan orang di dunia terinfeksi virus covid 19 dan berdampak luas pada krisis kesehatan dan ekonomi global. Banyak negara yang melakukan pembatasan aktivitas social dan berakibat kepada melambatnya laju perekonomian di hampir sebagian besar negara di dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Laporan dari Global Economic Prospect (2021) menunjukkan bahwa, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 4,3% pada tahun 2020 secara global. Dampak dari penyebaran Covid-19 ini juga dirasakan oleh Indonesia yang mengalami resesi pada kuartal III tahun 2020 sebesar -3,49%. Hal ini tentunya berpengaruh langsung pada Industri Jasa Keuangan (IJK) baik pada sektor Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Setelah wabah Covid-19 meluas ke berbagai negara, pergerakan bursa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.rsa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Kredit perbankan mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19. Pemintaan akan sumber dana yang menurun ditunjukkan oleh penurunan realisasi jumlah kredit yang disalurkan ke sektor dunia usaha dan rumah tangga. Pada bulan keempat tahun 2020, pertumbuhan kredit sebesar 5,82%, menurun sebesar 2,24% (yoy) dari bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit juga menurun dibandingkan bulan April tahun sebelumnya sebesar 11,12 persen. Selama tahun 2020, pertumbuhan kredit terus mengalami penurunan hingga bulan Januari tahun 2021 menjadi minus 1,90 persen. Bersamaan dengan hal tersebut, suku bunga 7 day repo rate Bank Indonesia (suku bunga acuan BI) mengalami penurunan sebesar 125 bps. Penurunan suku bunga seharusnya diikuti dengan peningkatan jumlah kredit karena masyarakat dapat meminjam uang dengan harga lebih murah. Namun turunnya suku bunga acuan BI tidak di barengi dengan meningkatnya permintaan kredit, atau terjadi anomali. Perbankan nampak sangat berhati- hati untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat karena adanya risiko peningkatan Non Performing Loan (NPL) perbankan. Keadaan penurunan kredit tersebut dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi credit crunch di Indonesia, yaitu suatu kondisi dimana bank enggan untuk menyalurkan kredit yang dapat disebabkan oleh perkiraan meningkatnya risiko kredit di masa depan dan berkurangnya modal bank dari jumlah ideal. Oleh karena itu, penelitian mengenai apakah terjadi fenomena credit crunch dan faktor- faktor yang mempengaruhinya selama pandemi Covid-19 di Indonesia ini penting dan relevan bagi pertumbuhan sektor jasa keuangan, khususnya sektor perbankan.
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Keberadaan financial technology (fintech) menjadi jawaban kebutuhan masyarakat akan adanya sumber pendanaan yang murah dan mudah khususnya bagi masyarakat yang unbankable. Sebagai alternatif pembiayaan, fintech lending memiliki potensi untuk mengisi ceruk kebutuhan dana yang masih besar yang selama ini tidak terjangkau oleh bank konvensional sehingga dapat membantu mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadikan fintech lending mengalami pertumbuhan yang cukup pesat selama pandemi. Merujuk pada Indonesia Fintech Report 2020 yang dirilis oleh Fintechnews Singapore, layanan pembiayaan digital (fintech lending) paling dominan di Indonesia dengan pangsa sebesar 50% pada tahun 2020. Lebih lanjut, akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap kredit atau pembiayaan perbankan masih sangat terbatas, hal ini terlihat dari penggunaan produk Kredit Usaha Rakyat (KUR), KUR Syariah, kredit/pembiayaan mikro, dan pembiayaan mikro syariah tahun 2019 yang masing-masing hanya 3,55%, 0,26%, 0,27%, dan 0,03%. Hal ini disebabkan UMKM pada umumnya berkategori unbankable atau belum memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan perbankan. Kehadiran fintech yang mengusung teknologi digital diharapkan mampu menerobos kesulitan tersebut, namun demikian perusahaaan fintech diduga belum melaksanakan strategi pemasaran yang benar khususnya penerapan bauran pemasaran 8P sehingga tidak sedikit masyarakat yang belum meyakini produk fintech mengingat terdapat banyak kasus pinjaman online ilegal. Maka dari itu, untuk meningkatkan value proposition dalam rangka meningkatkan pemasaran fintech di UMKM, diperlukan strategi product, place, price, promotion, process, people, dan physical evidence. peran fintech lending perlu dioptimalkan agar dapat mendorong inklusi keuangan terutama untuk sektor UMKM yang unbankable. Maka dari itu, penelitian terkait fintech lending dan inklusi keuangan pada UMKM menjadi hal yang penting dan relevan untuk dilakukan guna menganalisis dampak fintech lending bagi UMKM sehingga dapat meningkatkan inklusi keuangan yang berkelanjutan.
Peneliti: Sukarela Batunanggar, Widyo Gunadi, Nika Pranata, Billy Saputra
Perubahan kebutuhan dan perilaku konsumen berjalan dengan sangat dinamis akibat pesatnya perkembangan teknologi digital. Hal tersebut menyebabkan perusahaan, termasuk pada sektor jasa keuangan terus berinovasi dengan memberikan layanan keuangan yang semakin berkualitas dan efisien dengan memanfaatkan teknologi digital. Akibatnya, permintaan akan digital talent semakin meningkat, sementara pasokan digital talent terbatas. Sebagai dampaknya, terjadi gap antara kebutuhan dan ketersediaan digital talent pada sektor jasa keuangan baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan pemenuhan kebutuhan digital talent secara mendalam dan merumuskan strategi pengembangan digital talent pada SJK guna menutup gap tersebut. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 11 kali Focus Group Discussion (FGD) dengan 17 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survei kepada 73 responden dari pimpinan perbankan yang sudah melakukan transformasi digital. Secara kualitatif, riset ini merumuskan 18 (delapan belas) usulan strategi pengembangan digital talent pada sektor jasa keuangan yang komprehensif beserta roadmap-nya. Secara kuantitatif, diperoleh lima usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Pendekatan dunia kerja pada prospective talent, (2) Peningkatan kompetensi (upskilling) existing talent SJK, (3) Penyelarasan kurikulum antara perguruan tinggi dan IJK (link and match), (4) Penyusunan roadmap strategi pengembangan digital talent pada SJK, dan (5) Pemetaan kebutuhan digital talent pada SJK.
Riset dipublikasikan di Journal of Management Information and Decision Sciences |
Peneliti: Sukarela Batunanggar, Ni Nyoman Puspani, Fara Fathia
Ketika permasalahan industri jasa keuangan berupa rendahnya inklusi inklusi dan literasi keuangan, kesenjangan pembiayaan UMKM, dan kemiskinan belum kunjung selesai, Indonesia kini menghadapi tantangan baru di era Revolusi Industri 4.0. Disrupsi digital menjadi driver terhadap transformasi bisnis di sektor jasa keuangan baik dari sisi market, organisasi, kepegawaian, kepemimpinan, serta dari sisi sosial dan lingkungan hidup. Dalam menghadapi hal-hal tersebut diperlukan pemimpin yang memiliki visi transformatif dan kapasitas internal yang berkualitas sebagai posisi strategis dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka riset ini bertujuan untuk menyusun model, rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan Holistic Leadership (HL) yang diharapkan menjadi salah satu faktor untuk mendorong tercapainya sustainable finance dalam rangka menyelaraskan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 11 kali focus group discussion (FGD) dengan 17 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 64 responden dari pimpinan perbankan yang sudah melakukan transformasi digital. Secara kualitatif, riset ini merumuskan model HL serta 14 usulan strategi pengembangannya pada sektor jasa keuangan yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh tiga usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Personal leadership development plan, (2) Coaching, training, dan mentoring, (3) Skema pertukaran pegawai dan pemimpin untuk memperkaya pengalaman.
Riset dipublikasikan di Jurnal Academic of Strategic Management Journal, inpress volume 20 special issue 3 2021
Peneliti: Sukarela Batunanggar, Baruna Hadibrata, Fadhila Zahra Humaira, Bonardo
Dalam era Revolusi Industri 4.0 dan perkembangan teknologi digital yang sangat pesat ini, financial technology (fintech) yang awalnya merupakan pemain baru telah berubah posisi menjadi pemain penting pada sektor jasa keuangan. Akan tetapi, permasalahan sosial Indonesia seperti kemiskinan yang berpengaruh pada rendahnya inklusi dan literasi keuangan, serta kesenjangan pembiayaan UMKM belum kunjung selesai. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan inovatif yang dapat mengatasi isu sosial (khususnya kemiskinan) di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi finansial bernama social fintech. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan inisiatif yang mendukung berkembangnya social fintech di Indonesia. Sehingga riset ini bertujuan untuk memetakan tipe-tipe social fintech yang ada di Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan social fintech di Indonesia. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 6 kali Focus Group Discussion (FGD) dengan 16 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 42 responden dari pelaku social fintech. Secara kualitatif, riset ini memetakan 3 (tiga) tipe social fintech di Indonesia serta merumuskan 20 (dua puluh) usulan strategi pengembangan social fintech untuk mencapai Sustainable Development Goals di Indonesia yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh 7 (tujuh) usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Kerja sama antara lembaga non Institusi Jasa Keuangan (donatur) dengan Social Fintech; (2) Menyusun model strategi bisnis berpola demand and supply dalam perspektif Social Fintech; (3) Pemberdayaan komunitas masyarakat produktif (literasi dan inklusi keuangan); (4) Pengembangan paradigma baru social impact & implementasi sustainable development goals secara konsisten oleh Industri Jasa Keuangan; (5) Channeling dan network komunitas/across group terkait penyaluran dana; (6) Fasilitas Capacity Building dan Skills Training dalam konteks pengembangan model bisnis; serta (7) Model kolaborasi dengan perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi (internet).
Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Irwan Trinugroho, Djoko Suhardjanto, Suryanto
Penelitian ini secara komprehensif akan mengkaji terkait dengan transformasi digital di industri perbankan di Indonesia. Studi akan dilakukan secara kualitatif dengan pertama, melakukan environmental scanning faktor eksternal dan internal di dalam industri perbankan saat ini baik dalam konteks domestik maupun global. Kedua, mengkaji mengenai tingkat kesadaran (awareness), tingkat kesiapan (readiness) dan tingkat kemajuan (level of advance) dari inovasi keuangan berbasis teknologi yang dilakukan oleh industri perbankan di Indonesia baik dilihat dari sudut pandang bank maupun dari sisi nasabah. Lebih lanjut, studi ini juga akan mengkaji mengenai dampak dari keberadaan fintech terhadap industri perbankan. Kemudian, akan dilakukan pula benchmarking terkait dengan penerapan digital banking dengan industri perbankan di negara lain baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Terakhir, studi ini akan memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan strategi dan langkah-langkah yang tepat dalam rangka transformasi digital di industri perbankan Indonesia. Studi ini akan dilakukan melalui beberapa metode yaitu in-depth interview dengan top manajemen di beberapa bank di Indonesia, survei kepada beberapa pimpinan kantor cabang bank di daerah, survei kepada nasabah perbankan, benchmarking melalui analisis data archival, dan focus group discussion dengan otoritas perbankan. Studi ini dilakukan melalui metode yaitu in-depth interview dengan 50 top manajemen di 20 bank di Indonesia dan survei kepada 357 responden individu.
Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Ida Busneti, Dian Octaviani
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peran perusahaan fintech dalam mendanai UMKM di Indonesia dan untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk kolaborasi, jika ada, antara perusahaan-perusahaan fintech dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Ini adalah sebuah studi eksplorasi, yang seluruhnya didasarkan pada analisis deskriptif yang menggunakan data sekunder (jumlah UMKM dan kontribusi mereka terhadap PDB dan lapangan kerja, jumlah kredit dari sektor perbankan, KUR, dan pengembangan perusahaan fintech) dan data primer yang dikumpulkan dari survei terhadap pemilik UMKM, perusahaan- perusahaan fintech yang terdaftar di OJK, dan sejumlah bank besar, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Analisis ini menggunakan alat statistik sederhana seperti persentase, volume, dan satuan mata uang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat setiap tahun, (2) perkembangan UMKM terhambat oleh banyak kendala, terutama keterbatasan akses pendanaan, (3) perusahaan fintech memiliki peran penting sebagai alternatif. sumber pendanaan bagi UMK (4) dari perspektif UMK, munculnya perusahaan-perusahaan fintech memang memberikan manfaat bagi UMK, (5) kolaborasi antara perusahaan-perusahaan fintech dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya terutama bank memiliki dampak positif pada peningkatan jumlah UMK yang didanai atau jumlah pinjaman kepada UMK, dan (6) bentuk kerja sama yang paling umum dilaksanakan adalah bank bertindak sebagai sumber modal utama bagi perusahaan fintech.
Riset di publikasikan di International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Vol. 15, Issue 2, 2021. |
Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Palti Marulitua Sitorus, Farida Titik Kristanti, Andry Alamsyah, Grisna Anggadwita
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat berpengaruh kepada semua sektor termasuk pada industri keuangan. Pengaruhnya tidak terbatas pada penggunaan aplikasi teknologi tetapi juga pada sumber daya manusia untuk semua sektor. Untuk hal sumber daya manusia, dibutuhkan defenisi ulang maupun transformasi untuk memenuhi kebutuhan akibat kecepatan perubahan teknologi tersebut. Pada akhirnya nanti kita akan dapat memetakan kompetensi dalam kebutuhan sumber daya ke depan. Studi ini mengambil objek penelitian pada industri perbankan dan perusahaan yang bergerak di industri jasa keuangan. Terdapat 8 (delapan) kompetensi dasar yang dibutuhkan yaitu Leading and Deciding, Supporting and Cooperation, Interacting and Presenting, Analyzing and Interpreting, Creating and Conceptualizing, Organizing and Executing, Adapting and Coping, Enterprising and Performing. Dari delapan kompetensi dasar ini didapatkan 20 (dua puluh) sub kompetensi untuk memastikan kompetensi yang lebih fokus. Penelitian ini dimulai dengan metoda kuantitatif dengan responden sebanyak 309 orang yang berasal dari dunia bisnis keuangan atau yang berhubungan dengan keuangan dan mereka adalah pengambil keputusan pada perusahaan. Hasil kuantitatif ini dikonfirmasi melalui dua kali Focus Group Discussion (FGD) yang berasal dari akademisi, praktisi dan manajemen talent. Hasil FGD dianalisis dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil studi ini memperlihatkan terdapat kompetensi saat ini yang akan berkurang, tetap atau bertambah kebutuhannya pada waktu yang akan datang. Terdapat 3 (tiga) kompetensi yang prioritas dibutuhkan pada Revolusi Industri 4.0 yaitu Relating and Network, Adapting and responding to change, dan Entrepreneurial and Commercial thinking. Bagi pengambil keputusan penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menutup gap kekurangan kompetensi saat ini atau sebagai dasar untuk mengurangi jika memang hasilnya adalah berkurang. Bagi regulator, hasil ini dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan pada ketersediaan kompetensi di era revolusi industri 4.0.
Riset dipublikasikan di Journal of Science and Technology Policy Management, Vol. 12, Issue 3, 2021 |